Judul ini saya temukan di dalam buku yang berjudul "Jejak Pembaruan Sosial dan Kemanusiaan Kiai Ahmad Dahlan yang ditulis oleh Abdul Munir Mulkhan terbitan tahun 2010 oleh Kompas
Judul ini membahas tentang peran seseorang kapan harus menjadi seorang guru dan seorang murid meskipun ia sudah menjadi seorang guru. Tidak akan ada penamaan guru bagi seseorang jika tidak memiliki murid. Sebaliknya, tidak akan dikatan murid jika tidak belajar dengan seorang guru. Guru dan murid saling membutuhkan, guru butuh murid untuk mengajarkan ilmunya dan murid butuh guru untuk belajar. Apabila saya katakan kata Guru, maka yang terpikir dalam pikiran saya adalah seseorang yang mengajar di dalam kelas dihadapan para muridnya. Guru itu menulis materi yang akan dijelaskannya, serta memberikan contoh-contoh terkait materi yang sedang diajarkan.
Kapan menjadi guru dan kapan menjadi murid? Menjadi guru ketika menguasai materi yang akan dijelaskan dan menjadi murid ketika tidak memahami dan menguasai materi. Janganlah seorang guru tidak mau menjadi seorang murid tatkala materi tidak susai dengan keilmuannya. Seorang guru harus mau menjadi murid ketika ia tidak memiliki keilmuan terkait materi. Misal, guru matematika mengajarkan ilmu matematika, posisi sebagai guru. Lalu, menjadi murid tatkala materi yang diajarkan adalah ilmu agama karena guru matematika tidak menguasai materi agama dan yang menguasai ilmu agama adalah para tokoh agama. Sebaliknya, tokoh agama akan menjadi murid apabila materi yang akan dijelaskan adalah tentang matematika. Inilah yang disebut menjadi guru dan murid.
Saya pernah mendengar kata "Lihatlah apa yang dia katakan, namun jangan engkau lihat siapa yang mengatakan" (ada bahasa arabnya itu)
Kata bijak diatas senada dengan judul diatas "menjadi guru dan murid". Kata bijak ini menganjurkan manusia untuk mendengar nasehat-nasehat baik seseorang tanpa melihat siapa yang mengatakan nasehat tersebut. Seorang guru dan murid boleh saling menasehati. Seorang guru tidak boleh meremehkan nasihat muridnya karena nasihat itu tetaplah nasihat dari siapapun nasihat itu datang selayaknya kita dengar dan amalkan. Misal, orang non-islam mengingatkan seorang pemuda muslim untuk sholat. Maka nasihat itu harus didengarkan oleh pemuda tersebut dan melakukan sholat. Jika seorang ibu menesihati anaknya adalah kewajiban ibu tersebut. Namun, jika seorang anak menasihati ibu atau bapaknya, maka ayah dan ibunya harus melihat nasihat tersebut, bukan melihat anaknya.
Kendala yang sering terjadi pada judul diatas adalah ketidak mauan seorang guru untuk menjadi seorang murid dengan alasan guru lebih banyak ilmu dibanding murid. Guru memiliki banyak ilmu sudah seharusnya demikian, namun untuk tidak semua ilmu bisa dikuasai oleh guru karena manusia memiliki kelemahan. Mulai dari saat ini, ayo menjadi guru dan murid supaya lebih banyak ilmu yang dipahami.
Notes
Demikian, moga tulisan ini bermanfaat
Comment, silahkan ditulis pada kolom yang telah disediakan
Komentar
Posting Komentar